top of page

Ibu dengan Cintanya

  • langitaksara
  • Oct 6, 2016
  • 3 min read

Si ibu sedang repot. Bawaannya banyak dan ada anak perempuannya yang masih kecil pecicilan nggak mau diam di sampingnya. Si ibu lagi sibuk ngotak-ngatik hapenya. Mereka berdua duduk di depan musholla. Hari yang terik, panas, kering, membuat gerah hatinya.


Sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Tiba-tiba saja rak sepatu yang nggak ada sepatunya jatuh dijatuhkan anaknya. Si ibu sontak kesal dengan tingkah anaknya. Dia cubitlah si anak itu. Nggak terlalu keras. Tapi tetap membuat anaknya jerit menangis. Aku toleh kanan kiri di sekitarku. Tak ada tanda anak kecil menangis selain dia yang ada jauh di seberangku. Kenceng juga ya suaranya. Gumamku.


Tapi langsung dipeluk anaknya. Membelai-belai rambutnya sebagai permintaan maaf. Lalu si ibu mengambil selendang dari tasnya. Ia simpulkan selendang di badannya untuk menggendong anaknya sambil mengecup kepalanya. Berusaha menenangkan dan membayar rasa bersalahnya. Ia ayun-ayunkan gendongannya, agar anaknya tenang tak menangis lagi. Setelah itu pergi dan membawa barang-barangnya.


Sebelum aku memasuki stasiun itu, aku juga menemukan kejadian yang hampir serupa.


Sehabis turun dari angkot, lalu menyebrang, aku melihat sang ibu yang tiba-tiba berteriak keras sekali, “Diaaaam!!!” pada anaknya yang masih kecil. Kira-kira masih 3 tahun. Hatiku kacau bukan main. Orang-orang di sekitarku, abang-abang tukang nasi goreng, abang martabak, dan abang-abang yang berseliweran mau nyebrang juga ikut nengok. Menatap agak ragu pada si ibu itu. Takut kena semprot juga kali. Sedang aku, ikut menengok tapi sembari jalan karena terburu-buru.


Si ibu ini menarik lengan anaknya yang jelas-jelas tak bisa mengikuti langkah panjang kaki ibunya yang jalannya cepat itu. Si anak menangis sepanjang jalan. Kemudian si ibu menggendong anaknya. Dan berlalu dari pandanganku.


Aku tak tahu kenapa. Yang pasti dia sayang sama anaknya.


Begitu pun dengan ibuku. Aku waktu itu masih kecil. Susah sekali makannya sampai harus disuapin. Pernah pada suatu hari, aku nakal, dan menyemprot semua isi di mulut karena aku tak berselera makan. Ibu kesal, dipukullah mulutku dengan sendok.


Setelahnya, ibu langsung cepat mengambil obat merah melihat tepi atas bibirku berdarah. Membekas sampai sekarang. Lalu aku merasa takut dan tak lagi melakukan hal yang serupa. Jadi aku tetap kembali makan dan tak pilih-pilih makanan lagi sampai sekarang kalau ibu memasak.


Aku tak tahu dulu. Tapi aku tahu sekarang.


Apapun yang mereka lakukan, walau salah di mata kita, adalah bagian dari salah satu bentuk cintanya. Mereka mungkin dulu hidup di zaman serba susah sehingga tak punya referensi pendidikan parenting, seperti zaman sekarang. Mudah didapat. Banyak seminar-seminar, buku-buku bertebaran.


Si ibu cinta. Tapi caranya yang berbeda untuk mencintai. Mungkin pula sedang kalah dengan amarahnya sehingga menjadi buruk di mata kita. Namun apapun setelahnya, selalu ada cinta untuk anaknya. Ia akan melakukan apapun untuk menebus rasa bersalahnya. Bahkan saat ada seorang ibu yang rela menjual bayinya, kurasa pasti ada cinta untuk anaknya. Kalau nggak cinta, dia akan menggugurkan kandungannya sedari dulu. Atau membuang anak itu di tempat sampah hingga busuknya mengalahkan sampah-sampah di sekitarnya.


Seseorang yang mencintai, pasti akan menebus rasa bersalahnya ketika ia sendiri kalah dengan emosinya. Setiap waktu akan ia korbankan untuk anaknya. Hanya saja caranya yang berbeda. Ada yang tak baik dan terlihat kasar, bahkan menyakitkan. Karena mereka tak punya banyak pengetahuan dan mungkin tak mengerti bagaimana cara mencintai yang benar.


Ketika ibu masih merelakan waktu untuk mengurus segala keperluan kita, ketahuilah bahwa setiap detiknya telah ia serahkan jiwa dan raganya, untuk anaknya. Walau ia berdalih mencari uang demi anaknya, padahal jarang bertanya apa keinginan anaknya. Karena ia memang mencintai anaknya dengan caranya sendiri.


Tinggal kitanya saja yang harus mengerti bentuk cintanya seperti itu. Dan memberitahu bagaimana seharusnya cinta diwujudkan. Bukan soal sudut pandang sepihak, melainkan dua arah untuk saling melengkapi. Agar hati sama-sama tentram.



Comments


FOLLOW ME

  • Black Facebook Icon
  • Black Twitter Icon
  • Black Instagram Icon
  • Black Pinterest Icon
  • Black YouTube Icon

STAY UPDATED

POPULAR POSTS

TAGS

  • logo web 200x200
  • White Facebook Icon
  • White Instagram Icon

© 2023 by Annie Branson. Proudly created with Wix.com

bottom of page